Pengertian Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan
merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan
ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan
kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun.
Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian –
kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Manusia
Manusia dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani.4 unsur dalam diri manusia :
1. Jasad : Badan yang tampak, dapat diraba, dan menempati ruang dan waktu
2. Hayat : Mengandung unsur hidup yang ditandai dengan gerak
3. Ruh : Daya yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran
4. Nafas : Dalam pengertian diri atau keakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri
Secara Biologi
manusia
dikelaskan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia bijak),
sebuah spesies primat dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan
konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dikaikan dalam
hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos,
mereka juga seringkali dibandingkan dengan bangsa lain. Dalam
antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan
bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan
teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk
kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
manusia dibedakan antara laki – laki dan perempuan
Manusia dari segi psikologinya merupakan haiwan yang bersosial. Cara bersosial berbagai-bagai, walaupun tidak disedari oleh kebanyakan manusia, kaedah sosial manusia sangat kompleks dan lebih maju dari pelbagai aspek dari haiwan yang paling terdekat kebijakannya dari manusia.
manusia dibedakan antara laki – laki dan perempuan
Manusia dari segi psikologinya merupakan haiwan yang bersosial. Cara bersosial berbagai-bagai, walaupun tidak disedari oleh kebanyakan manusia, kaedah sosial manusia sangat kompleks dan lebih maju dari pelbagai aspek dari haiwan yang paling terdekat kebijakannya dari manusia.
Secara Kerohanian
Bagi kebanyakan manusia, kerohanian dan agama memainkan peran utama dalam kehidupan mereka. Sering dalam konteks ini, manusia tersebut dianggap sebagai "orang manusia" terdiri dari sebuah tubuh, pikiran, dan juga sebuah roh atau jiwa yang kadang memiliki arti lebih daripada tubuh itu sendiri dan bahkan kematian. Seperti juga sering dikatakan bahwa jiwa (bukan otak ragawi) adalah letak sebenarnya dari kesadaran (meski tak ada perdebatan bahwa otak memiliki pengaruh penting terhadap kesadaran). Keberadaan jiwa manusia tak dibuktikan ataupun ditegaskan; konsep tersebut disetujui oleh sebagian orang dan ditolak oleh lainnya. Juga, yang menjadi perdebatan di antara organisasi agama adalah mengenai benar/tidaknya hewan memiliki jiwa; beberapa percaya mereka memilikinya, sementara lainnya percaya bahwa jiwa semata-mata hanya milik manusia, serta ada juga yang percaya akan jiwa kelompok yang diadakan oleh komunitas hewani dan bukanlah individu. Bagian ini akan merincikan bagaimana manusia diartikan dalam istilah kerohanian, serta beberapa cara bagaimana definisi ini dicerminkan melalui ritual dan agama.contoh sistem kerohanian yang dianut oleh manusia
1. Animisme
Animisme
adalah kepercayaan bahwa obyek dan gagasan termasuk hewan, perkakas,
dan fenomena alam mempunyai atau merupakan ekspresi roh hidup
2. Mistikme
Barangkali
merupakan praktik kerohanian dan pengalaman, tetapi tidak harus
bercampur dengan theisme atau lembaga agama lain yang ada di berbagai
masyarakat. Pada dasarnya gerakan mistik termasuk Vedanta, Yoga,
Buddhisme awal (lihat pula Kerajaan manusia), tradisi memuja Eleusis,
perintah mistik Kristiani dan pengkhotbah seperti Meister Eckhart, dan
keislaman Sufisme. Mereka memusatkan pada pengalaman tak terlukiskan,
dan kesatuan dengan supranatural (lihat pencerahan, kekekalan). Dalam
mistikme monotheis, pengalaman mistik memfokuskan kesatuan dengan Tuhan.
3. Politheisme
Konsep
dewa sebagai makhluk yang sangat kuat kepandaiannya atau supernatural,
kebanyakan dikhayalkan sebagai anthropomorfik atau zoomorfik, yang ingin
disembah atau ditentramkan oleh manusia dan ada sejak permulaan
sejarah, dan kemungkinan digambarkan pada kesenian Zaman Batu pula.
Dalam masa sejarah, tatacara pengorbanan berevolusi menjadi adat agama
berhala dipimpin oleh kependetaan (misal: agama Vedik, (pemraktekan
kependetaan berkelanjutan dalam Hinduisme, yang namun telah
mengembangkan teologi monotheis, seperti penyembahan berhala theisme
monistik, Mesir, Yunani, Romawi dan Jerman)
4. Monotheisme
Gagasan
dari suatu Tuhan tunggal yang menggabungkan dan melampaui semua
dewa-dewa kecil tampak berdiri sendiri dalam beberapa kebudayaan,
kemungkinan terwujud pertama kali dalam bida’ah / klenik Akhenaten
(lebih dikenal sebagai Henotheisme, tahap umum dalam kemunculan
Monotheisme). Konsep dari kebaikan dan kejahatan dalam sebuah pengertian
moral timbul sebagai sebuah konsekuensi Tuhan tunggal sebagai otoritas
mutlak.
Manusia Sebagai Satu Kepribadian Mengandung Tiga Unsur· ID, kepribadian yang primitive dan tidak nampak yang merupakan libido murni
· EGO, kepribadian eksekutif yang peranannya dalam menghubungkan energi ID dalam saluran social yang dapat dimengerti orang lain.
· SUPER EGO, muncul sekitar umur 5 tahun; ID dan EGO berkembang secara internal dalam diri individu; super ego terbentuk dari lingkungan eksternal yang merupakan kesatuan standar-standar moral
Unsur batin manusia ini terdiri dari akal, roh dan nafsu.
Akal kerjanya adalah berpikir, mencari ilmu, mengkaji ilmu, menerima informasi dan pengalaman. Kemudian dari situ dibuatlah berbagai penilaian dan kesimpulan.
Roh mampu merasakan berbagai perasaan, seperti marah, suka takut, sedih, gembira, senang, sayang, cinta, simpati, jijik, dengki, lega dan sebagainya.
Nafsu itu adalah berkeinginan, ada keinginan yang baik , ada pula yang jahat. Namun demikian sifat asal nafsu adalah mengajak kepada kejahatan. Jika nafsu ini tidak dididik, maka nafsu ini akan mengantarkan manusia untuk selalu berbuat kejahatan.
KEBUDAYAAN
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic.
Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat
Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)
Tujuh Unsur Kebudayaan
1. Sistem Religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.
2. Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Sistem
yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai
makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan
kelebihan masing – masing antar individu sehingga timbul rasa utuk
berorganisasi dan bersatu.
3. Sistem Pengetahuan
Sistem
yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang
berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula.
4. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi.
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.
5. Sistem Teknologi dan Peralatan.
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
6. Bahasa
Sesuatu
yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai
lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah
ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
7. Kesenian
Setelah
memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat
memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat
memuaskan.
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang
sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat.
Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk
tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan
buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Aktivitas (tindakan)
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia
lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati
dan didokumentasikan.
Artefak (karya)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda
atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya
paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan
kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas)
dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
Kebudayaan material
Kebudayaan
material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat,
perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup
barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga,
pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari
generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu
atau tarian tradisional.
Lembaga social
Lembaga
social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek
berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang
terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku
pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa
dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi
bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar
hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
Sistem kepercayaan
Bagaimana
masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau
keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian
yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam
kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka
berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
Estetika
Berhubungan
dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan
tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di
Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai
estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan
kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa
wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa
saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang
arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang
mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
Bahasa
Bahasa
merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap
walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam
ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit
dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat
dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan
bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan
efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
Orientasi Nilai Budaya
Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam alam fikiran
sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling
berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling
berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku
seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai
itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri
seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang
diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah
mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan bahwa sistem nilai budaya suatu masyarakat merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada
lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat
ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima
masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat
kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan
waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat
dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah universal ini dengan berbagai variasi yang berbeda – beda. Seperti masalah pertama, yaitu mengenai
hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh
agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh
karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup
itu guna mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu
secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa
hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini
berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah
kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan
yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup
(survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan
tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan
dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk
mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan
kepada status.
Masalah
ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang
memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai
focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat
kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat
mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah
keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam.
Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia.
Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari
harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh
terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah
kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan
hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah,
mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan
horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan hak
azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat –
masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan
vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada
senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam
masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat
mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti
permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly
(1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam
system hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk
semua orang. Tetapi dalam masyarakat yang mementingkan kemandirian individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
Pola
orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola
yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat
nuansa atau variasi antara kedua pola yang ekstrim itu yang dapat disebut sebagai pola transisional
HUBUNGAN MANUSIA DAN BUDAYA
Hubungan
manusia dengan budaya sangatlah erat karena dari kata manusia yang
artinya ciptaan Tuhan yang berakal budi yang sangatlah istimewa dari
ciptaan Tuhan yang lainnya. Sedangkan Budaya itu sendiri adalah ciptaan
manusia yang berasal dari tingkah laku serta lingkungan pada kehidupan
manusia itu sendiri sehingga terciptalah kata kebudayaan yang artinya
budaya yang diciptakan oleh akal budi manusia, oleh sebab itu budaya dan
manusia tidak bisa dipisahkan.
Tiap
manusia pun bisa tanpa disadari bisa membuat budaya dirinya sendiri,
melalui akal budi mereka sendiri mereka bisa mempengaruhi orang lain
disekitarnya, sehingga dengan seiring waktu berjalan, orang-orang
disekitar dia akan memiliki tingkah laku, sifat dan kebudayaan yang
hampir sama dengan dia.
Budaya
manusia itu sendiri berbeda-beda yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti daerah, turun-temurun, tingkat sosial, lingkungan, kemajuan
IPTEK dan lain sebagainya. Hal ini menimbulkan banyaknya tarian, lagu,
kebiasaan dan tatanan kehidupan lainnya di setiap daerah yang berbeda,
apalagi seperti di Indonesia yang memiliki banyak sekali daerah dan
bermacam-macam suku. Contoh kebiasaan berbudaya dalam daerah Manado
belum tentu sama dengan kehidupan berbudaya suku Bugis.
Seiring
berjalannya waktu, kebudayaan yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh
manusia pun semakin berkembang. Perbedaan tingkah laku dan etika
berbudaya setiap manusia terkadang menimbulkan konflik dalam kehidupan
manusia. Kebanggaan, kesombongan dan egoisme manusia terhadap
kebudayaannya membuat manusia tersebut bersikap radikal yang arti
kasarnya ia melihat bahwa kebudayaan orang lain itu buruk dan
kebudayaannya lah yang terbaik. Berbagai macam konflik kehidupan manusia
yang berlatar belakang budaya seringkali kita temui seperti
diskriminasi dan rasisme terhadap suku tertentu maupun agama tertentu.
Budaya
yang berbeda itu indah, karena kita bisa melihat perbedaan dan bisa
mempelajari kebudayaan orang lain, manusia yang merupakan makhluk sosial
tentunya tidak jauh dari yang namanya bergaul dengan orang lain,
bersosialisme dengan orang lain, karena manusia tidak mungkin hidup
sendiri, sehingga setiap manusia harus mempelajari dan bertoleransi
terhadap budaya orang lain.
Semakin
banyaknya budaya yang ada di tengah-tengah manusia, konflik yang
terjadi semakin banyak meskipun hanya karena masalah kecil. Kalau
manusia yang memiliki toleransi tinggi, konflik tidak akan terjadi,
karena manusia yang berakal budi baik tentu saja melihat keindahan dalam
perbedaan sehingga kedamaian dan kebersamaan akan tercipta.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar